Pengertian Puasa Ramadhan Adalah : Niat, Syarat dan Rukun

Diposting pada

Pengertian Puasa Ramadhan Adalah : Niat, Syarat dan Rukun Puasa Ramadhan – Menurut syariat Islam, puasa Ramadhan adalah amal ibadah yang dilakukan untuk menahan diri dari berbagai hal duniawi, diantaranya adalah makan, minum, serta perbuatan buruk lainnya.

Pengertian Puasa Ramadhan Adalah : Niat, Syarat dan Rukun
Pengertian Puasa Ramadhan Adalah : Niat, Syarat dan Rukun

Hal ini termasuk dengan membatalkan puasa mulai sejak fajar terbit hingga matahari terbenam.

Puasa ini harus disertai dengan niat yang terarah pada Allah SWT dan berdasarkan pada syarat atau rukun puasa yang telah ditetapkan.

Melakukan puasa merupakan kewajiban sebagai salah satu tanggung jawab manusia kepada sang pencipta.

Niat Puasa Ramadhan

Niat puasa Ramadhan harus berasal dari hati dan bukan diaungkapkan secara lisan.

Namun, menurut Ushalli atau Nawaitu, tidak masalah untuk mengungkapkan niat secara lisan juga. Imam Ramli mengungkapkan dalam kita Nihayatul Muhtaj, juz I : 437 bahwa :

Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu’an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dan perbedaan pendapat yang mewajibkan pelafalan niat.”

Syarat Puasa Ramadhan

Siapa saja yang wajib melakukan puasa dan menunaikannya?

Pertama-tama, mereka yang wajib untuk melakukan puasa Ramadhan adalah mereka yang beragama Islam, sudah baligh, berakal, dan mengetahui bahwa puasa merupakan bentuk kewajiban.

Lalu, siapa yang wajib untuk menunaikan puasa?

  • Berada dalam kondisi sehat dan tidak sakit, serta sedang menetap dan tidak dalam keadaan bersafar.

Kedua syarat ini bukanlah syarat sahnya puasa atau wajibnya qudho’ puasa, sehingga apabila mereka yang memiliki keadaan diatas tetap berpuasa, maka puasa mereka tetap dianggap sah.

Dalil dari syarat ini diungkapkan dalam firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

“Dan barangsiapa dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

  • Suci dari nifas dan haidh, yang berarti wanita dalam kondisi haid tidak diwajibkan untuk puasa.

Dalilnya berasal dari hadis Mu’adzah berupa pertanyaan kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Saya bertanya kepada Aisyah sambil berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengzadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?

Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu golongan Haruriyah?

Lalu, saya menjawab :

’Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.’”

Selain itu, terdapat pula syarat sahnya puasa, yaitu :

  • Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas.

Syarat ini termasuk kewajiban berpuasa dan sahnya puasa

  • Memiliki niat

Puasa merupakan ibadah. Oleh karena itu, puasa akan sah apabila terdapat niat ketika berpuasa, yang mana aturan ini sama seperti ibadah yang lain.

Dalil dari syarat ini diungkapkan oleh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya, yaitu :

Sesungguhnya setiap amal tergantung dari niatnya.”

Selain itu, niat yang dimiliki bukan diucapkan (dilafadzkan), melainkan letaknya berasal dari hati.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ulama besar Syafi’iyah An Nawawi rahimhullah, yaitu:

Tidaklah sah puasa kecuali dengan niat. Letak niat berasal dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ulama Syafi’iyah Asy Syarbini rahimahullah, yaitu :

Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali tidak disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar Roudhoh.”

Syaihul Islam Ibnu Taimiyah juga menegaskan hal ini melalui pernyatannya, yaitu :

Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisan, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.

Sementara itu, niat ini harus dimiliki sebelum fajar sesuai dengan dalil yang berasal dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh.

Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.

Sebelum fajar yang dimaksud adalah mulai dari matahari tenggelam hingga terbitnya fajar.

Sementara itu, puasa Sunnah boleh berniat setelah terbitnya fajar sesuai engan dalil yang berasal dari hadis ‘Aisyah.

Baca Juga :

Rukun Puasa Ramadhan

Sementara itu, rukun puasa berdasarkan kesepakatan dari para ulama adalah menahan diri dari segala hal yang menyebabkan batalnya puasa mulai dari fajar terbit hingga matahari terbenam. Rukun ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, yaitu :

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa tersebut sampai (datang) malam.”

Selanjutnya, “Adi bin Hatim memberikan pernyataan untuk lebih menjelaskan rukun puasa Ramadhan. Pada surat Al Bawarah ayat 187, yang mana Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam mengungkapkan bahwa,

Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam.”

Itu dia pengertian, niat, syarat dan rukun puasa Ramadhan. Bagaimana, apakah Anda sudah menjalankan puasa Anda dengan baik?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *